Dikaitkan dengan kasus yang ada suatu merek
tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan pemohon yang beritikat
tidak baik dan pemohon ada niat dan sengaja untuk meniru, membonceng atau
menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan usahanya yang mengakibatkan
menimbulkan kerugian pihak lain atau menyesatkan konsumen. Pemohon adalah pihak
yang mengajukan permohonan. Permohonan yaitu permintaan pendaftaran merek yang
diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal adalah
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen
yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek
berfungsi sebagai berikut:
a) Untuk barang bukti bagi
pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
b) Dasar penolakan terhadap
merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh
permohonan lain untuk barang atau jasa sejenis,
c) Dan untuk mencegah orang
lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam
peredaran untuk barang atau jasa sejenis.
Syarat dan Tata cara
Permohonan Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek terdapat pada pasal 7 yaitu:
1. Permohonan diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan
mencantumkan:
o Tanggal, bulan, dan tahun;
o Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat
pemohon;
o Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan
diajukan melalui Kuasa;
o Warna-warna apabila merek yang dimohonkan
pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
o Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang
pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
2. Permohonan
ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3. Pemohon sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara
bersama, atau badan hukum.
4. Permohonan dilampiri
dengan bukti pembayaran biaya.
5. Dalam hal Permohonan
diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas
Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat
sebagai alamat mereka.
6. Dalam hal Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh
salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan
persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7. Dalam hal Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk
itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8. Kuasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9. Ketentuan mengenai
syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual
diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur
dengan Keputusan Presiden.
Di dalam kasus “LOTTO”
ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor pendaftaran merek dari
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan pendaftaran No.
137430, yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan
perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura mengajukan
permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi
Darsono (Tergugat I), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman bagian merek (Tergugat II) karena telah lalai memberikan nomor
pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha
barangnya setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat
Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek
dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dapat
dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik dalam tulisan
ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih
dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak
sejenis terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah
terkenal didunia internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah
Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up – LANVIN
– DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya
sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai
persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau
didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut
merek dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk
Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga
melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan serta kepentingan khalayak
ramai.
Setelah memeriksa
perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa judex facti
salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat
adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961.
Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan
tidak dapat membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga putusannya
harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara
ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang
intinya sebagai berikut :
· Newk Plus Four Far East
Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek
Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
· Merek “LOTTO” secara
umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri.
Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian
biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
· Merek “LOTTO”, yang
didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6
Oktober 1984.
· Mahkamah Agung
berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang
didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I
tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang
yang termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang
dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih
dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan
keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan
beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya
yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang
bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Dengan pertimbangan
tersebut di atas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya
sebagai berikut:
a. Mengadili:
b. Membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
c. Mengadili Sendiri :
o Mengabulkan gugatan
Penggugat untuk seluruhnya.
o Menyatakan Penggugat
sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena
itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
o Menyatakan bahwa merek
“LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor
registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan
kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta
memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
o Menyatakan pendaftaran
merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal,
dengan segala akibat hukumnya.
o Memerintahkan Tergugat II
untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor registrasi
197824 dalam daftar umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar